Industri pengolahan rajungan menjadi
bisnis perikanan yang sangat potensial di Indonesia sejak tahun 1990-an dengan
tujuan utama ekspor adalah pasar Amerika Serikat. Persaingan harga antar
produsen semakin sengit yang diikuti dengan meningkatnya produksi hasil
tangkapan rajungan hampir di seluruh wilayah utara Pulau Jawa, sisi timur
Sumatera, Selat Malaka dan Selatan Sulawesi. Perusahaan pengolah rajungan pun
menyebar di wilayah Utara Jawa seperti Cirebon, Rembang, Demak, Pati, Jepara,
Pemalang, Karawang, Jakarta hingga wilayah timur Indonesia. Termasuk salah
satunya adalah PT Kemilau Bintang Timur (PT KBT) yang beroperasi di Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah.
Aktivitas pengolahan rajungan oleh
PT. KBT dimulai pada tahun 2003 dengan pabrik pengolahan utama berada di
wilayah Kawasan Industri Makassar (KIMA). PT. KBT mulai membuka pabrik
pengolahan rajungan untuk Unit Pengelolaan Ikan (UPI) di Karawang pada tahun
2005 dan Cirebon tahun 2013. Seluruh
hasil produksi rajungan (pasteurized crab meat/canned) diekspor menuju pasar
Amerika Serikat. Semakin tidak menentunya bahan baku rajungan serta fluktuasi
naik-turunnya harga menjadikan bisnis perikanan ini cukup riskan. Berkenaan
dengan hal tersebut, PT.KBT komitmen untuk melakukan praktik penangkapan
rajungan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan mengacu pada
prinsip-prinsip sertifikasi ekolabel Marine Stewardship Council (MSC).
Perbaikan merujuk pada prinsip sertifikasi ini karena MSC merupakan system
sertifikasi terbaik yang cakupan aspek keberlanjutannya paling lengkap dibanding
dengan sertifikasi ecolabel lainnya
PT KBT tidak menggunakan bahan baku
rajungan yang ditangkap dengan mini-trawl karena alat tangkap ini mengangkut
banyak juvenil, menghasilkan porsi spesies tangkapan sampingan lebih besar
daripada target spesies dan berpotensi merusak habitat perairan bawah laut.
Perusahaan juga sebisa mungkin menggunakan bahan baku rajungan yang sesuai
dengan Peraturan Menteri No. 56 tahun 2016, yaitu rajungan yang ditangkap harus
dalam kondisi tidak bertelur dan ukuran lebar karapas diatas sepuluh cm atau
berat diatas 60 gram per ekor. Terlebih, PT KBT juga menginisiasi berbagai
agenda kegiatan perbaikan bersama stakeholder terkait, meliputi: pemerintah
daerah, akademisi, pengusaha, asosiasi, nelayan dan lembaga mitra lain. Sejalan
dengan hal tersebut dan sebagai inisiasi program perbaikan, PT KBT bekerjasama
dengan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara mengadakan
kegiatan restocking benih rajungan di Rembang pada 15 November 2017 sebanyak
200.000 bibit dan Pulau Panjang, Jepara pada 23 Mei 2017 sebanyak 700.00 bibit.
Selain itu, PT.KBT bersama dengan stakeholder terkait serta Seafood
Savers menyusun rencana program perbaikan perikanan rajungan di wilayah
perairan Kabupaten Jepara yang telah teridentifikasi sebagai salah satu supply
chain-nya. Melihat kebutuhan terkait dengan perbaikan praktik perikanan
rajungan ini, menjadi hal yang penting untuk segera dilakukan juga di lokasi
supply chain lainnya, termasuk adalah untuk UPI di Makassar dengan bahan baku
berasal dari Pangkajene Kepulauan (Balang Lompo) serta Maros (Kurri Caddi).
Identifikasi terkait dengan praktek penangkapan rajungan di lokasi ini telah
dilakukan pada bulan September 2017.
Harapan kedepannya, program
perbaikan perikanan yang telah disusun baik di wilayah Jepara, Pangkajene
Kepulauan dan Maros dapat didiskusikan bersama dan melibatkan seluruh unsur
stakeholder agar bisa saling menjalankan perannya sesuai kapasitas
masing-masing. Sebagaimana diketahui bahwa cukup banyaknya tantangan dalam
menjawab setiap indikator ke-3 prinsip ekolabel MSC untuk dapat diraih beberapa
kegiatan ini setidaknya menunjukkan bahwa adanya usaha yang konkret dan
semangat bersama dalam menjalankan program perbaikan tersebut sejalan dengan
ketersediaan produk seafood yang ramah lingkungan dan jelas ketelusurannya di
pasaran.
Sumber : http://www.seafoodsavers.org/news/upaya-pt-kemilau-bintang-timur-wujudkan-bisnis-perikanan-rajungan-lestari/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar